Lahir diwaktu yang salah

 

Malaikat Tanpa Status

Karya: David Hartono

Kami mulai berbincang ditengah panasnya perang antara kaum manusia dengan kaum virus. Aku melempar sapaan hangat dan dibalas sangat merdu. Aku memahami itu adalah bualan belaka yang dilakukan umumnya para malaikat sosialis. Namun, kami mulai saling mengikuti dan meruntuhkan ego dimuka layar semu. Pertemuan kami cukup singkat untuk saling memahami dan mendalami pikiran masing-masing dan kami sangat menikmati perbincangan tanpa jeda hingga malam menuju pagi.

Aku mulai terbiasa dengan pertemuan di ruang hidup masing-masing. Merasakan kekurangan disaat aku tidak mencoba menyapa malaikatku satu malampun. Hingga, jika sapa tak tergantikan aku mulai berdebat hebat dengan sang rembulan. Aku sampaikan “Tolong sampaikan kepada malaikatku, aku sangat rindu pada dirinya”. Bulan hanya membisu dan memberikan cahaya hangat mengiringi tidur hingga lelap, ia saksi bisu terhebat hingga diriku sendiri yang menceritakan dalam rintihan tulisan ini.

Pikiran kami berdua tidak pernah sejalan, sudah kulakukan pendekatan medis dan psikologis namun tidak digubrisnya sehingga kami sering menyerang satu sama lain dengan nyanyian sumbang hingga aku pernah mengingatkan dengan keras kepadanya bahwa aku adalah pemilik sejati hatinya.

Baru kali ini, aku merasakan tamparan yang sangat keras seketika di wajahku. Tanpa ia mulai bicara akupun mulai tersadar bahwa kami hidup dalam dunia yang berbeda terlebih lagi persoalan status hubungan. Menusuk hati hingga membuat luka cukup dalam, aku berencana membulatkan tekad untuk melupakan malaikat hidupku yang ingin tinggal dalam keabadiannya dengan pendamping buah pikirannya. Malaikatku ini pesanku “Terbanglah setinggi mungkin, bermainlah dengan burung-burung dilautan awan sampai kau tersadar bahwa Akulah Malaikat Tak Bersayap”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Single Face - Triple Wall

Apa itu Flute/Medium ?

Mengenal Bahan Packaging